Opini Oleh : Ahmad Aidil Fahri (Mahasiswa S2 Ilmu Hukum UNHAS)
Derapperistiwa.id | Jakarta,
Sikap yang dulu menuai kritik karena menolak kehadiran Timnas Israel, kini terbukti sejalan dengan nurani dunia dan visi kemanusiaan universal.
Beberapa tahun lalu, saat PDI Perjuangan dan Ganjar Pranowo menolak kehadiran Timnas Israel dalam ajang Piala Dunia U-20, banyak yang menilai langkah itu sebagai tindakan politis yang berlebihan. Kritik datang dari berbagai arah, bahkan dari anak bangsa sendiri yang menganggap keputusan itu mencoreng citra Indonesia di mata dunia. Namun waktu adalah hakim yang adil. Kini, ketika dunia internasional menyaksikan kekejaman yang menimpa rakyat Palestina dan mulai menegaskan sikap terhadap penindasan Israel, arah moral yang pernah dipilih PDIP dan Ganjar terbukti bukan sekadar keberanian politik — melainkan bentuk konsistensi terhadap nilai kemanusiaan yang telah menjadi jati diri bangsa ini sejak awal merdeka.
Sikap PDI Perjuangan kala itu bukanlah sikap spontan atau reaksioner. Ia berakar pada ideologi dan garis perjuangan yang diwariskan langsung oleh Bung Karno. Sejak awal berdirinya republik ini, Indonesia menegaskan dirinya sebagai bangsa yang menolak segala bentuk penjajahan. Nilai itu tertulis tegas dalam Pembukaan UUD 1945, dan menjadi arah moral bagi politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif — bebas dari pengaruh kekuatan besar, namun aktif membela keadilan dan kemerdekaan bagi bangsa lain.
Dalam konteks itu, kehadiran Israel di ajang internasional yang diselenggarakan di Indonesia dipandang sebagai bentuk normalisasi terhadap praktik penjajahan yang masih berlangsung terhadap rakyat Palestina. PDI Perjuangan berdiri di garis yang sama dengan sejarah bangsa, menolak keras segala bentuk legitimasi terhadap penindasan. Sikap itu bukan kebetulan, melainkan wujud dari kontinuitas moral yang telah lama menjadi roh perjuangan partai berlambang banteng tersebut.
Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah saat itu. Dengan ketegasan yang jarang muncul di tengah tekanan politik dan diplomatik, Ganjar menyatakan bahwa dirinya menolak kehadiran Timnas Israel demi konsistensi terhadap amanat konstitusi dan solidaritas terhadap bangsa Palestina. Ia tahu risikonya: kritik tajam, tekanan politik, bahkan potensi kehilangan dukungan publik. Namun ia memilih untuk berdiri di sisi yang benar secara moral. Ganjar menyadari bahwa kemanusiaan tidak bisa dinegosiasikan, dan keberanian moral kadang harus dibayar dengan kesalahpahaman sementara.
Kala itu, tidak sedikit pihak yang menuding bahwa sikap PDIP dan Ganjar telah “mengorbankan kepentingan nasional”. Indonesia bahkan kehilangan kesempatan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 setelah FIFA mencabut status tersebut. Namun kini, sejarah membalikkan penilaian itu. Dunia mulai melihat wajah sebenarnya dari konflik di Timur Tengah. Serangan brutal terhadap rakyat sipil di Gaza, kehancuran infrastruktur, hingga penderitaan anak-anak Palestina membuka mata banyak pihak bahwa tragedi kemanusiaan itu tidak lagi bisa ditutup-tutupi.
Negara-negara yang dulu diam kini mulai bersuara. Lembaga internasional menuntut investigasi terhadap dugaan kejahatan perang. Gelombang protes meluas di Eropa, Amerika Latin, hingga Asia. Di berbagai kota besar dunia, jutaan orang turun ke jalan membawa bendera Palestina dan menyerukan keadilan. Dunia akhirnya sadar, bahwa apa yang selama ini disebut “konflik” sejatinya adalah bentuk penjajahan yang nyata.
Dan di sinilah relevansi sikap PDI Perjuangan dan Ganjar Pranowo menemukan pembenarannya. Mereka telah berdiri di sisi yang benar bahkan sebelum dunia sepenuhnya sadar. Mereka memilih berpihak pada nilai kemanusiaan ketika banyak pihak masih bersembunyi di balik alasan netralitas. Mereka menolak penindasan dalam bentuk apa pun, bahkan jika konsekuensinya harus menghadapi badai kritik dari bangsanya sendiri.
Kini, ketika dunia internasional semakin lantang mengutuk tindakan Israel, sikap Ganjar dan PDIP tidak lagi terlihat ekstrem. Justru sebaliknya, sikap itu menjadi cermin moral yang patut dihormati. Di tengah derasnya kepentingan ekonomi dan diplomasi global, keberanian untuk tetap berpihak pada nilai kemanusiaan adalah bentuk politik yang paling murni.
Penolakan terhadap Israel waktu itu bukanlah penolakan terhadap olahraga, tetapi penolakan terhadap normalisasi kejahatan. Sebab, tidak ada sportivitas sejati yang lahir dari ketidakadilan. Tidak ada perdamaian yang tumbuh di atas penderitaan bangsa lain. Dengan menolak Israel, PDIP dan Ganjar menegaskan pesan sederhana namun fundamental: Indonesia tidak akan memberikan panggung bagi penjajahan dalam bentuk apa pun.
Sejarah selalu punya cara menguji integritas. Kadang, kebenaran butuh waktu untuk dimengerti. Namun pada akhirnya, waktu juga yang membuktikan siapa yang berdiri di sisi nurani, dan siapa yang tunduk pada tekanan sesaat. Ganjar Pranowo dan PDI Perjuangan mungkin sempat diserang karena keteguhan mereka, namun kini sejarah berpihak pada mereka. Dunia akhirnya mengakui bahwa keberanian moral bukan kelemahan, melainkan tanda bahwa bangsa ini masih memiliki hati nurani.
Apa yang dulu dianggap langkah kontroversial kini terbukti sebagai keputusan yang berpijak pada nilai kemanusiaan universal. Dan di tengah gelombang tragedi kemanusiaan yang mengguncang dunia hari ini, sikap itu bukan hanya terbukti benar — tetapi juga menjadi pengingat, bahwa politik sejati adalah politik yang berpihak kepada manusia.