Tumbal Politik 

OPINI92 Dilihat

Opini By : Pajar Saragih 

“Tumbal politik” adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan individu atau kelompok yang dikorbankan demi kepentingan politik tertentu. Istilah ini sering mengacu pada mereka yang menjadi korban manuver politik, seperti scapegoating, yang dilakukan oleh aktor politik untuk mencapai tujuan tertentu, seperti mempertahankan kekuasaan, mengalihkan perhatian publik dari isu penting, atau mengamankan dukungan dari kelompok tertentu.

Contoh “tumbal politik” bisa meliputi pejabat yang dipecat atau dihukum secara tidak adil untuk menutupi skandal yang lebih besar, atau masyarakat yang diabaikan atau dieksploitasi demi keuntungan politik elite. Ini adalah praktik yang menunjukkan sisi negatif dari politik yang manipulatif dan tidak adil.

Cara kerja “tumbal politik” melibatkan beberapa tahapan atau mekanisme, yang bisa bervariasi tergantung pada konteksnya.Aktor politik (seperti partai, pemimpin, atau pemerintah) pertama-tama mengidentifikasi individu, kelompok, atau isu yang bisa dijadikan kambing hitam atau dikorbankan. Korban ini biasanya adalah pihak yang dianggap lemah, tidak populer, atau memiliki perbedaan pandangan politik.

Photo : Pajar Saragih / Pimpinan Redaksi Media Online Nasional www.derapperistiwa.id

Setelah korban diidentifikasi, narasi atau cerita dibangun untuk menggambarkan korban sebagai penyebab masalah atau krisis yang terjadi. Media, pernyataan publik, dan propaganda sering digunakan untuk menyebarkan narasi ini. Tujuannya adalah untuk menciptakan persepsi di kalangan publik bahwa korban memang pantas disalahkan atau dihukum.

Dengan dukungan media dan propaganda, opini publik mulai diarahkan untuk mendukung tindakan terhadap korban. Aktor politik mungkin memanfaatkan emosi seperti ketakutan, kebencian, atau kemarahan untuk memperkuat dukungan ini.

Setelah opini publik terbentuk, langkah-langkah formal atau informal diambil terhadap korban. Ini bisa berupa pemecatan, pengadilan, pemenjaraan, atau bahkan kekerasan fisik. Tindakan ini seringkali dibenarkan dengan alasan “untuk kebaikan bersama” atau “demi stabilitas.”

Tindakan terhadap korban sering kali digunakan untuk mengalihkan perhatian dari isu-isu lain yang lebih signifikan. Misalnya, saat pemerintah mengalami skandal besar, mereka mungkin mengorbankan seorang pejabat rendah untuk menenangkan opini publik dan menghindari tanggung jawab yang lebih besar.

Pada akhirnya, dengan menyingkirkan korban, aktor politik berusaha untuk memperkuat posisinya sendiri. Ini bisa berarti menghilangkan oposisi, menyingkirkan ancaman, atau sekadar menunjukkan kepada publik bahwa mereka memiliki kekuatan dan kontrol.

Contoh klasik dari tumbal politik adalah ketika seorang pemimpin negara mengorbankan menteri atau pejabat lainnya untuk menutupi kesalahan atau skandal yang lebih besar, atau ketika kelompok minoritas disalahkan atas masalah ekonomi atau sosial untuk mengalihkan perhatian dari kebijakan yang gagal.

Umumnya, orang atau kelompok yang menjadi “tumbal politik” tidak menawarkan diri secara sukarela. Mereka biasanya dipilih atau ditunjuk oleh pihak yang lebih kuat atau berkuasa. Namun, dalam beberapa kasus, ada situasi di mana seseorang mungkin “relatif sukarela” atau merasa terpaksa untuk menjadi tumbal politik karena beberapa alasan

Seorang pejabat atau bawahan mungkin merasa terpaksa untuk menerima tanggung jawab atas kegagalan atau skandal yang sebenarnya disebabkan oleh atasan mereka. Mereka mungkin melakukannya dengan harapan bahwa mereka akan mendapatkan kompensasi di masa depan, atau karena tekanan dan ancaman.

Seseorang yang sudah terpojok secara politik atau berada dalam posisi yang tidak menguntungkan mungkin merasa bahwa menjadi “tumbal” adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan reputasinya atau melindungi keluarganya. Dalam beberapa kasus, mereka mungkin dipaksa secara eksplisit atau implisit oleh aktor yang lebih kuat.

Ada juga kasus di mana individu atau kelompok tertentu mungkin setuju untuk menjadi “tumbal” jika mereka merasa ada keuntungan tertentu di baliknya, seperti perlindungan hukum, finansial, atau keamanan untuk keluarga mereka. Mereka mungkin bersedia melakukannya jika merasa bahwa tindakan ini akan membantu mereka dalam jangka panjang.

Seseorang mungkin menerima peran sebagai tumbal untuk menunjukkan loyalitas kepada pemimpin atau kelompok tertentu, dengan harapan bahwa tindakan ini akan dihargai atau diingat di masa depan.

Namun, perlu ditekankan bahwa dalam banyak kasus, “tumbal politik” tidak menawarkan diri secara sukarela. Mereka sering kali menjadi korban dari permainan politik yang lebih besar, di mana mereka dipaksa atau dimanipulasi untuk menerima peran tersebut.

“Tumbal politik” memiliki dampak yang kompleks, baik bagi individu yang menjadi korban maupun bagi masyarakat atau sistem politik secara keseluruhan. Dampaknya bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Bagi Penguasa,Mengorbankan satu individu atau kelompok dapat berhasil mengalihkan perhatian publik dari masalah yang lebih besar atau skandal yang melibatkan pihak berkuasa. Ini bisa memberi waktu bagi penguasa untuk memulihkan citra atau merencanakan strategi berikutnya.

Bagi Sistem Politik,dalam beberapa situasi, pengorbanan satu pihak bisa menenangkan kemarahan publik atau mengurangi ketegangan politik. Misalnya, dengan menghukum seorang pejabat yang dianggap bersalah, ketidakpuasan publik bisa mereda.

Dan bagi Pemimpin atau Partai,tindakan mengorbankan seseorang yang dianggap “relatif sukarela” dapat meningkatkan kesetiaan atau solidaritas di antara anggota kelompok atau partai politik, karena mereka merasa bahwa pengorbanan tersebut adalah demi kebaikan bersama.

Individu yang menjadi tumbal politik sering kali mengalami ketidakadilan, seperti hukuman yang tidak sesuai dengan kesalahan mereka atau bahkan menjadi korban fitnah. Ini bisa merusak reputasi mereka dan mempengaruhi kehidupan pribadi serta profesional mereka.

Penurunan Kepercayaan Publik bagi Sistem Politik,Praktik tumbal politik bisa merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah atau lembaga politik. Jika masyarakat merasa bahwa hukum atau keadilan digunakan secara sewenang-wenang, ini bisa memicu ketidakpuasan dan ketidakpercayaan yang lebih luas dan mendasar

Sementara bagi Sistem Sosial,tumbal politik memperkuat budaya politik yang manipulatif dan tidak etis, di mana pengorbanan individu atau kelompok menjadi alat untuk mencapai tujuan tertentu. Ini bisa merusak etika politik dan menciptakan preseden buruk bagi generasi politik selanjutnya.

Dampak Psikologis Bagi Korban dan Masyarakat atau Individu yang menjadi tumbal politik bisa mengalami trauma psikologis, seperti stres, depresi, dan kehilangan harga diri. Selain itu, masyarakat secara umum mungkin merasa kecewa dan apatis terhadap sistem politik, yang bisa menurunkan partisipasi politik dan memperburuk ketidakstabilan sosial.

Sementara tumbal politik mungkin menenangkan situasi dalam jangka pendek, dalam jangka panjang, praktik ini dapat menyebabkan ketidakstabilan yang lebih besar. Masyarakat mungkin menjadi lebih skeptis, dan ketika kebenaran terungkap, bisa ada reaksi balik yang kuat, seperti protes atau kerusuhan.

Kesimpulannya,Dampak dari tumbal politik sangat tergantung pada konteks dan bagaimana situasi tersebut dikelola. Meskipun mungkin ada keuntungan jangka pendek bagi pihak-pihak tertentu, dampak buruknya cenderung lebih signifikan dan merusak, baik bagi individu yang dikorbankan maupun bagi masyarakat dan sistem politik secara keseluruhan. Praktik ini seringkali memperburuk masalah yang ada dan merusak fondasi keadilan serta kepercayaan dalam sistem politik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *