Keluarga yang Hancur

OPINI446 Dilihat

Oleh: (Pajar Saragih)

Derapperistiwa.id | Kampar,

Tak ada yang lebih menyedihkan daripada menyaksikan runtuhnya sebuah keluarga. Sebuah lembaga yang seharusnya menjadi tempat berlindung, berkasih sayang, dan bertumbuh, justru menjadi sumber luka, trauma, dan kehancuran bagi anggotanya sendiri. Dalam masyarakat kita hari ini, fenomena keluarga yang hancur semakin sering terjadi—dan yang lebih menyedihkan, seolah dianggap biasa saja.

Perceraian meningkat. Kekerasan dalam rumah tangga terus merajalela. Anak-anak tumbuh tanpa kasih sayang orang tua yang utuh, dan dalam banyak kasus, bahkan kehilangan arah hidup. Apa yang salah dari semua ini?

Sebagian besar hancurnya keluarga bermula dari rapuhnya fondasi komunikasi dan tanggung jawab. Ego yang dibiarkan tumbuh, ketidaksabaran yang tak dikendalikan, dan kurangnya nilai spiritual serta moral menjadikan rumah tangga tak ubahnya seperti kapal yang oleng di tengah badai. Terlebih lagi, tekanan ekonomi dan gaya hidup hedonis turut memperkeruh keadaan. Masing-masing mengejar kenyamanan pribadi, lupa bahwa keluarga adalah tentang pengorbanan bersama.

Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang hancur akan membawa luka itu ke masa depan. Mereka belajar bahwa cinta itu menyakitkan, rumah adalah tempat pertengkaran, dan orang tua bukan panutan, melainkan sosok yang saling menyakiti. Jika tidak disadarkan dan ditangani, luka ini bisa diwariskan turun-temurun, menciptakan generasi-generasi yang tak pernah tahu seperti apa bentuk keluarga yang sehat.

 

Lantas, apa solusinya?

Pertama, kembali pada nilai-nilai luhur keluarga. Pendidikan karakter sejak dini harus dimulai dari rumah. Kedua, pasangan suami istri harus membangun komunikasi yang terbuka dan saling menghormati. Ketiga, masyarakat dan pemerintah perlu menghadirkan lebih banyak ruang konsultasi, edukasi pernikahan, dan layanan psikologis untuk mencegah konflik keluarga berujung kehancuran.

Keluarga adalah fondasi bangsa. Jika keluarga hancur, maka masyarakat juga rapuh. Sudah saatnya kita tidak lagi menutup mata. Kita perlu membenahi dari dalam, dari akar, dari rumah.

Karena ketika sebuah keluarga hancur, bukan hanya dua orang yang terluka—tetapi satu generasi yang mungkin kehilangan masa depannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *